Menjadi dewasa


rambut keritingku bergoyang diterpa angin sore. aku menatap ke arah jatuhnya matahari hari ini. senja... tetap dari dulu indah. sebuah butiran satu persatu turun melewati pipiku yang terkenal chubby ini. ku pejamkan mataku dan kurasakan angin. kenapa penyesalan selalu datang terlambat ?

saat ku melihat ke arah kiri. terlihat raut wajah yang selama ini ku kenal baik. seorang kakak yang selalu bersamaku dalam suka dan duka. ia melemparkan senyum tipisnya ke arahku dan mengatakan, "Semua akan baik-baik saja.". Aku mengangguk perlahan dan menyentuh pundaknya seraya berkata, "I hope..". Aku lalu menghapus butiran ini dari wajahku dan melihat sosok itu tiba-tiba menjauh dan berpesan, "Percayalah sama Tuhan."

aku menoleh ke kanan. ku lihat kedua orang yang telah merawatku selama ini. tidak ! mereka tidak pantas di sebut orang tua, mereka lebih pantas disebut : malaikat. mereka mendekatiku, ingin memeluk, tapi tidak bisa. mereka hanya bisa menyentuh kepalaku dan berkata, "Semua akan baik-baik saja. ". aku lalu membalas, "I hope...". Bapak lalu mendekatiku dan memberiku sebuah liontin berbentuk hati. Aku berkata, " Apa ini? ". "Sebuah kedewasaan. " Bapak lalu mundur dan sosoknya perlahan menjauh. Ibu tetap di sampingku sambil melihatku pedih, ia ingin memeluk tapi tak bisa. Ia lalu menghilang bersama matahari yang tak terlihat sinarnya lagi.

bulan itu tetap bersinar bersama bintang-bintang yang tak berbaris ini. segerombol orang mendekatiku dari belakang dan depan. yang di depan memberiku semangat, "Kita dukung kamu ! Ayo ! Ayo ! ". Aku tersenyum dan menghapus butiran ini. Sementara yang dibelakang terus mendorongku untuk maju. Mereka menatapku sambil mengedipkan sebelah matanya, "God know, you can. ". Aku membalas, "I hope..."

Salah satu dari mereka mendekatiku dan menarik tanganku ke atas. Ia lalu membuka telapak tanganku yang sedang memegang sebuah liontin berbentuk hati pemberian Bapak. "Pakailah." katanya. Aku mengernyitkan dahiku, "Apa ini?". "Sebuah kedewasaan." jawabnya sambil tersenyum. Ia lalu menaruh liontin itu pada sebuah tali emas. Ia mendekatiku dan mengaitkan kedua ujung tali itu di leherku. "Indah." jawabku sambil tersenyum. "Berjanjilah untuk tidak melepasnya.". Aku melihat sekali lagi ke arah kalung itu dan hendak berucap terimakasih, namun semua sosok itu menghilang.

Aku memejamkan mataku sambil menggenggam liontin itu. Aku membuka mataku kembali dan mendapati sebuah cahaya putih yang menyilaukan ada di hadapanku. "Kau...kau siapa? "tanyaku gemetaran. "Kau tidak perlu tau siapa Aku. " jawabnya seakan-akan seluruh negri ini menggemakan suaranya. "Kau...Kau Tuhan? ". "Aku tidak bilang bahwa aku Tuhan." balasnya kembali menggema. " Aku tidak perduli Kau Tuhan apa tidak ! Namun ada yang ingin aku katakan padaMu. Kau pasti berteman atau dekat dengan Tuhan. Maka dari itu sampaikan hal ini pada Tuhan kalau kalimat 'Tuhan tidak akan pernah memberi hamba-Nya masalah yang melebihi keterbatasan hamba-Nya' sudah tidak berlaku lagi ! ", jawabku kesal. "Kenapa begitu? " tanyanya bingung. " Dia memberiku masalah melebihi keterbatasanku ! " aku semakin kesal. Cahaya putih itu terlihat terguncang lalu terdengarlah suara tawa yang menggema, "Haha. AnakKu. Aku tau kau lemah. Aku tau kau masih belum siap. Tapi Aku juga tau kalau kau lengkap. ". Aku mengernyitkan dahiku dan bertanya, "Lengkap ?". "Kau dan... mereka..." sosok putih itu menghilang dari hadapanku dan sekejap memoriku tentang "mereka" kembali terputar. Mereka ya.. mereka. Aku memang lemah, namun karena mereka aku merasa kuat. Dan karena ini... kedewasaan ini. Sebuah masalah yang membuatku semakin dewasa.

Aku membuka mataku perlahan. Dan ku lihat matahari sore masih tergantung hendak pergi dari pemandangan. Cahaya senjanya menerpa wajahku yang sudah basah oleh air mata. Dari kejauhan aku melihat "mereka" mendekatiku dan menawarkan sebuah... tissu :)

special for : God, my Parents, my Big Sister, my Sinyorita, my friends, and other people who love me as me ;)

sekian,
AWA

No comments:

Post a Comment