Sepulang sekolah hari Sabtu banyak teman-teman FoRTE yang pulang untuk mandi atau membasuh diri (apa bedanya -_-) tapi saya dan beberapa teman saya tetep stay di sekolah dikarenakan tuntutan pekerjaan yang ditanggungkan kepada kami (baca : acara ekskul KIAS). Jadi, saya harus berkeringat, berpanas-panasan di bawah terik matahari, dan bermalu-maluan di pinggir jalan (?) sambil menunggu jam yang ditentukan untuk berangkat ke YPAC.
Ya beginilah keadaan saya; ketek basah, rambut berminyak, wajah kileng-kileng (baca : bersinar), dan yang paling penting; badan saya bau keringat. Catet! Nggak punya waktu lagi buat membersihkan diri. Jam udah ngejar-ngejar buat segera berangkat biar nggak molor waktunya. Ya apa daya, saya pasrah dengan keadaan begini. Saya hanya berdoa supaya anak-anak disana bisa menerima keadaan saya apa adanya.
Sampai disana, kami langsung masuk ke dalam bangunan pantinya. Menurut saya, panti ini cukup besar dan terawat. Hanya beberapa fasilitas, saya kurang tau lengkap atau tidak. Kami disambut oleh salah satu orang berkursi roda. Wajahnya penuh senyum yang asli itu senyum tuluuus banget gak tau kenapa. Dia mempersilahkan kami masuk. Kami semua masuk dengan perasaan yang nggak kalah antusias.
Bocah pertama yang kami temui bernama Nida. Dia duduk di kursi kecil yang bersandar pada dinding. Wajahnya unyu sekali kayak boneka Jepang. Diketahui belakangan kalau dia menderita down syndrome. Beberapa teman saya mendekat padanya dan bertanya namanya, dan mengobrol kecil dengannya. Untungnya dia cukup ramah dan penuh tawa.
Sedangkan perhatian saya tersita oleh salah satu bocah laki-laki yang duduk di kursi beberapa meter di depan saya. Semenjak kedatangan kami, dia terlihat sangat semangat hingga ia mengguncang-guncang meja di depannya. Awalnya, saya kira dia tidak suka dengan kedatangan kita. Namun saat saya melihat senyumnya yang merekah, saya baru paham, sebuah emosi itu dia sebut kebahagiaan.
Nida cukup menyita perhatian. Saya lalu mendekati ketiga anak laki-laki yang duduk di kursi panjang. Yang satu matanya juling dan saya tidak tahu dia bisa melihat apa tidak. Satu lagi penuh tawa, dengan kulit putih penuh bekas gigitan nyamuk. Yang paling terlihat "normal" adalah Doni anak kecil yang penuh semangat. Saya mencoba berbicara dengan anak laki-laki yang daritadi memamerkan giginya yang tak beraturan namun bersih. "Namanya siapa?" saya bertanya. Ia hanya memalingkan wajahnya kepada saya. Matanya tidak tertuju pada saya tapi saya tahu dia mencoba mengerti saya. Seorang wanita paruh baya mendekati saya dan menjelaskan, "Dia nggak bisa ngomong mbak.". Seperti punya guide, saya lalu kepo. "Oh. Ini umurnya berapa ya buk?". "21 tahun". Asli saya kaget. Sumpeh. Perawakannya kecil dan tingkah lakunya benar-benar tidak menunjukkan kedewasaan tapi dia udah 21 tahun. Ya, dunia lebih luas dari yang kita bayangkan.
Setelah mengobrol dan berbincang banyak. Kami lalu memulai acara resminya. Kami duduk disebuah deretan kursi lipat yang terjejer disepanjang lorong yayasan ini. Kami saling membaur satu sama lain. Kebetulan waktu itu, teman saya, Ocha ulang tahun. Jadi pembukaan acara ini adalah ucapan selamat ulang tahun untuk Ocha. Teman saya yang awalnya duduk di samping saya, meninggalkan tempatnya untuk mengambil kue tart dan lilin. Sehingga sebelah kursi saya kosong dan sebelah kursi kosong itu ada seorang anak yang tampak normal. Berbaju biru dan terlihat tampan dengan bau bedak bayinya.
Saya menggeser tempat duduk saya. Saya ingin mengenal anak itu lebih jauh. "Halo, namanya siapa?". Dia menolehkan wajahnya tapi tidak menatap saya, "Bagus, Mbak.". Saya tersenyum. Nama yang cocok untuknya, pikir saya. "Kelas berapa?" tanya saya lagi. "Kelas 3 SMP." jawabnya malu-malu. "Aku kelas 1 SMA. Berarti kamu satu tahun dibawahku," jelasku mencoba akrab. Dia hanya mengangguk dan tersenyum.
Kami sampai di acara menyanyi. Satu persatu anak dari YPAC maju ke depan dan menyanyi lagu kesukaan mereka di depan. Dan tak lupa juga, anak-anak yang berani maju mendapatkan apresiasi berupa mainan yang telah kami siapkan. Mereka menyanyi lagu yang menyenangkan, seperti biasa; lagu anak-anak. Kami semua bertepuk tangan dan tertawa bersama hingga sampai ada salah satu anak dari YPAC bernama Fani maju ke depan. Dia maju dengan menggunakan kursi rodanya. Kepalanya terus menunduk ke bawah dan kedua bola matanya tidak sinkron. Intro dimainkan (saat itu memang kepala yayasannya mengiringi lagu dengan bermain piano. Terima Kasih pak :) permainan yang bagus) nadanya menjadi mellow dan suasana tiba-tiba menjadi mengharu biru. Saya tidak terlalu memperhatikkan lirik lagu yang dinyanyikan, karena saya sungguh hari itu, disana, saat itu juga, saya berjanji tidak akan menangis. Karena tujuan saya disana ya hanya menghibur, bukan membuat mereka sedih.
Kalau tidak salah liriknya : "Ibu kenapa ku dilahirkan? Ayah kenapa ku dibesarkan ? Teman kenapa ku dikucilkan ? Aku hanya ciptaan-Nya. Tanpa mata ku dapat melihat. Tanpa kaki ku dapat berlari...... Percayalah aku anak ISTIMEWA.". Ya, bisa ditebak. Beberapa air mata meluncur di pipi teman-teman khususnya yang cewek. Karena bener, itu sedih banget lagunya. Apalagi dinyanyikan oleh anak yang "istimewa" seperti itu. Pada saat lagu masih terdengar, saya mengedarkan pandangan saya, mencoba membagi fokus saya agar tidak terbawa suasana. Tatapan saya lalu bertabrakan dengan Nida, gadis periang itu. Dia menyanyikan lagu itu dengan wajah sangat gembira. Dia lalu melambaikan tangannya ke arahku. Aku cukup tercengang. Dan sungguh itu benar-benar luar biasa. Seseorang yang sangat berkekurangan bisa-bisanya menyanyikan lagu sedih dan tetap mempertahankan senyumnya yang luar biasa itu. Luar biasa. Sungguh.
Setelah lagu selesai, kami harus segera menghapuskan tangis kami. Acara harus tetap berlangsung. Setelah itu, kami memulai acara mewarnai. Kami mendampingi anak-anak disana untuk mewarnai gambar rusa yang ada di kartun-kartun Disney. Mereka terlihat semangat dan kami pun juga kembali semangat untuk melanjutkan acara. Kami tertawa bersama kembali dan saling bertukar cerita. Ini yang benar-benar disebut pengalaman.
Setelah mengumpulkan hasil warna, lalu dibacakan pemenangnya, sampailah kami pada acara akhir. Sebelum meninggalkan panti ini, kami meminta foto bersama dengan anak YPAC. Setelah beberapa kali take, kami benar-benar di penghujung acara. Bertemu dan berpisah, ya itu namanya kehidupan. Kami tidak lupa berpamitan kepada anak-anak panti dan pengurus-pengurus disana yang harus diberi jempol. Mereka benar-benar tulus mengasuh anak-anak disana. Mungkin kalian tidak akan mendapatkan apa-apa disini, tapi entah di "dunia lain" kalian akan mendapatkan balasan yang jauh melebihi apa yang telah kalian berikan untuk anak-anak "istimewa" ini.
Pembelajaran hari itu : "Ternyata bersyukur tidak sesulit yang dipikirkan orang-orang. Pastikan saja tanganmu masih ada dua, kakimu bisa berjalan, dan matamu bisa melihat. Saat itulah kamu bisa bersyukur."
Terimakasih "guru". Kalian inspirasi hidup kami. Semoga kalian tidak pernah merasa sendiri, karena Tuhan selalu akan menyertai kalian. Terus semangat dan jangan patah semangat ! Kalian lebih hebat dari kami ! Kalian luar biasa dan kalian istimewa :) Semoga bisa bertemu di lain kesempatan.
UPDATE !
ini sebagian foto anak-anak FoRTE di YPAC :3
perhatikan "mereka", maka kamu akan diperhatikan oleh DIA yang empunya "mereka" :)
c'est tout,
Aprilia Widia Andini
No comments:
Post a Comment