
Gadis Berpayung Merah itu lewat di depan rumahku lagi saat aku bermain gitar dan menyanyikan lagu kesukaanku. Ya, dalam keadaan apapun, meskipun panas atau hujan, dia selalu lewat dengan payung merahnya. Anehnya, aku menyadari keberadaannya saat dia sudah melewati rumahku. Jadi aku tak pernah melihat wajahnya, aku hanya bisa menikmati punggungnya yang tertutup tas ransel berbahan denim.
Aku sudah bertanya pada bapak atau ibuku. Tapi mereka mengaku tidak pernah sekalipun melihat Gadis Berpayung Merah itu. Hanya aku yang pernah melihatnya. Aku sebenarnya takut. Tapi... aku akui dia tidak menakutkan. Jadi, kenapa aku harus takut ?
Aku malah penasaran dengan Gadis Berpayung Merah itu. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya sebelum aku bertemunya saat dia lewat di depan rumahku pertama kali dengan payung merahnya...
***
Petikan gitar di sore hari layaknya dendangan malaikat di hati. Tentram dan tenang. Kegiatan Virgo yang wajib ia lakukan di setiap sore. Memetik gitar sambil bersenandung. Kadang ia malah lupa waktu. Pernah suatu kali ia bermain gitar hingga malam menjelang. Ibunya tentu marah, tapi ia tidak bisa mencegah putra bungsunya itu untuk melepaskan diri dari gitarnya.
“ Sesuatu yang indah. Mengintip dari balik keheningan hidup. Mata indah itu langsung menusuk hatiku. Membuat hatiku sakit. Sakit tapi nyaman. Langkahmu bisa kurasakan. Lembut tapi tak menghentak. Kau penjarakan segala yang kumiliki. Hatiku sampai sel dalam tubuh terkecil. Semua kau miliki. Aku sekarang telanjang. Tak punya apa-apa. Aku tidak malu. Karena segala maluku sudah kusimpan di dirimu. Malaikat hatiku...“
“ Virgo ! “
Petikan gitar dan kalimat indah itu berhenti. Virgo dengan malas menyahuti panggilan ibunya. Tapi tak dilepaskannya gitar dalam genggamannya. Ia dan gitarnya memang sudah ditakdirkan menyatu. Begitu pikirnya sendiri.
“ Belajar, besok Ujian ! Kamu mau main gitar sampai kapan ? “ teriak ibunya peduli.
Virgo tidak menghiraukan perkataan ibunya. Ia lalu naik ke lantai atas kamarnya, tentunya dengan membawa gitar kesayangannya. Ditutupnya pintu kamarnya rapat-rapat dan dikuncinya dari dalam. Ia keluar kamar menuju beranda. Bersandar pada kursi goyang peninggalan kakeknya dan mulai memetik gitarnya lagi. Sebodoh amat besok ujian. Sudah dipastikan aku tidak lulus lagi tahun ini. Aku muak dengan pelajaran dan sekolah. Aku tidak mau dikekang, aku mau dilepas.
Virgo melanjutkan lagu ciptaannya itu dengan perlahan. Ia takut ibunya memergoki dia tidak memegang buku malah memegang gitar. Sebenarnya, Virgo sayang terhadap orang tuanya, ia tidak ingin membuat orangtuanya malu dengan tidak lulusnya Virgo tahun ini lagi. Tapi, Virgo bukannya tidak pintar, ia hanya tidak ingin belajar. Ia hanya ingin bermain gitar. Sampai kapanpun. Menurutnya sekolah itu hanya menghabiskan biaya saja ! Buktinya, banyak lulusan sekolah tinggi tapi akhirnya hanya jadi ibu rumah tangga, hanya jadi supir angkot, hanya jadi tukang bersih-bersih.
Virgo sebenarnya sudah bilang kepada orang tuanya bahwa ia tidak ingin melanjutkan sekolah. Kalau sekolah musik, Virgo tentu mau. Tapi kedua orangtuanya malah membentaknya dengan keras, bahwa musik tidak bisa menjamin masa depan cerah. Virgo tidak melawan, tepatnya, ia malas melawan. Biarlah kakiku menapaki setiap jejak kaki orangtuaku. Biarlah masa depanku ditentukan orang tuaku. Biarlah mimpiku kusimpan pada buku dongengku yang tak akan habis sampai aku menutup mata.
***
Sudah beribu-ribu wanita mendekati Virgo. Dengan cara mereka sendiri. Ada yang mengirim surat ada yang mengirim bunga dan ada yang mengirim puisi. Namun, Virgo tampak tak tertarik. Baginya saat ini, hidupnya hanya ada dua. Gitar dan Nona.
Nona adalah gadis cilik masa lalunya. Ia sudah jatuh hati pada Nona meskipun saat itu Virgo masih kecil dan belum mengenal arti cinta. Namun ia merasa seluruh hatinya sudah dibawa oleh Nona. Ia sudah tidak bisa merasakan cinta selain kepada Nona.
Nona adalah teman TK Virgo sekaligus tetangganya. Mereka bersahabat. Bersama-sama mereka bermain dan belajar. Nona tidak mau berteman dengan teman selain Virgo, begitupun Virgo juga tidak mau bermain dengan teman selain Nona. Mereka memang benar-benar tidak bisa dipisahkan.
Sampai pada suatu ketika, Nona pergi. Pergi dengan menyisakan luka di dalam hati Virgo. Kepergiaannya yang sampai saat ini dirahasiakan oleh kedua orangtua Virgo. Menimbulkan tanda tanya besar di hati Virgo. Sampai saat ini pun, rahasia itu tidak terbongkar. Saat ditanya, kedua orangtua Virgo selalu bungkam dan berkata tidak tahu. Begitu juga kakak-kakak Virgo yang lain. Mereka seperti patung jika ditanya mengenai Nona.
lanjut ke posting selanjutnya....
No comments:
Post a Comment