Gitarku... Mana gitarku ? “Ibuuu !” teriak Virgo lalu berlalu menuju ibunya yang sedang memasak terong balado kesukaan bapak.
Saat Virgo sudah sampai di dapur. Seakan tahu yang dipikirkan Virgo, ibunya berkata, “ Gitarmu sudah ibu simpan. Selama kamu ujian, kamu tidak boleh bertemu dengan gitar itu. Kamu harus belajar Virgo. Kamu tidak ingin membahagiakan ibu dan bapak ? “
Virgo diam seribu bahasa. Sedikit banyak kata-kata itu mengena di hatinya. Sebenarnya ia ingin membahagiakan orang tuanya. Ingin sekali malahan. Tapi, rasanya sejak ditinggal oleh Nona, gitar adalah satu-satunya jiwanya yang nyata. Nona yang hilang entah kemana.
Melihat anaknya yang diam saja, ibu Virgo mengusap rambut anak bungsunya itu penuh kasih sayang, “Maafkan bapak dan ibu, sayang. Ini memang jalan yang terbaik. Kamu harus belajar. Kamu harus lulus tahun ini. “
Virgo meninggalkan ibunya tanpa berkata apa-apa lagi. Ia naik ke atas ke kamarnya. Rasanya hampa sekali tanpa gitar. Dia memang tidak punya teman selain gitar. Di sekolah ia tertutup dan dianggap misterius oleh teman-temannya karena dia jarang bersosialisasi. Di lingkungan rumah, dia tidak punya teman yang sepantaran. Dulu ada. Sekarang tidak ada. Itu Nona.
Virgo mencoba menuruti kata-kata ibunya. Dibukanyalah buku pelajaran yang besok diujikan. Mencoba menyerap setiap kalimat yang tertera. Tapi yang masuk dipikirannya hanyalah, bagaimana cara menemukan gitar kesayangannya itu. Dan Nona... Gadis cilik misterius itu yang membuat Virgo menjadi susah menjalani hidupnya.
***
Ketukan jendela membuat Virgo terbangun. Hujan deras rupanya. Pantas ramai sekali suasananya. Virgo mereganggakan badannya sebelum bangkit dari meja belajarnya untuk beranjak ke dapur mengambil minuman hangat.
Rasanya sepi sekali meskipun hujan terasa berisik sekali. Virgo turun dan tidak mendapati anggota keluarganya satupun. Ia kemudian membaca catatan kecil yang tertempel di lemari pendingin. “Virgo, ibu diajak belanja oleh Bu Mardi. Kamu jaga rumah ya. Mas Aries menginap di rumah temannya. Bapak lembur kerja sampai malam. Ibu janji ibu tidak lama. Kalau kamu lapar, sudah ada sayur kacang kesukaanmu di meja makan. “
Virgo melirik meja makan. Melihat sayur kacang yang masih tersaji hangat dengan terong balado. Ia tidak niat makan saat ini. Hal yang diinginkannya adalah memetik senar gitar kesayangannya. Rasanya mustahil kalau ia mencarinya. Karena perkiraannya, gitarnya berada di gudang bawah tanah yang dikunci. Virgo tak akan senekat untuk berpikiran akan membobol kunci pintu gudang tersebut. Ia tak senekat itu.
Tok... tok... tok...
Pintu terketuk. Virgo berjalan santai ke ruang depan. Sebelum dibuka diintipnya tamu tersebut lewat lubang yang berada di pintu. Virgo sedikit heran karena gerbang rumahnya masih tergembok dengan rapat. Tapi tamu tersebut sudah berada di depan pintu.
Karena tak bisa melihat dengan jelas melalui lubang pengintip itu. Virgo memberanikan diri membukakan pintu tersebut. Dengan perasaan deg-degan tentunya. Namun sebagai laki-laki ia harus berani.
Seorang gadis cantik dengan kuncir dua ala anak TK. Ia terlihat manis dengan pita kuning yang melekat di rambutnya. Pipinya merah merona. Matanya indah. Ia sungguh cantik. Beberapa detik Virgo terpana. Sampai akhirnya gadis itu berdehem.
“ Oh, maaf. Cari siapa ? “
“ Boleh aku masuk dulu ? “ tawar gadis itu. “ Disini dingin sekali. “
“ Ehm. Tentu boleh. Silahkan. “ Virgo mempersilahkan gadis tersebut masuk.
Dengan manisnya, si gadis itu tersenyum dan masuk ke ruang tamu dan duduk di sofanya. Virgo menutup pintu agar suara hujan tidak terlalu terdengar keras. Ia percaya kepada gadis tersebut bahwa ia bukanlah orang jahat. Mana ada orang jahat semanis gadis itu.
“ Minum ? “
“ Susu hangat untuk kita berdua. “ jawabnya manis. Ia lalu mengamati setiap detail dalam ruang tamu itu. “ Ruangan ini tidak banyak berubah. “
“ Maaf ? “
“ Oh. tidak apa-apa. “ kata gadis itu lalu tersenyum. Ia melepas jaketnya dan melipatnya di tangan.
“ Aku ambilkan minumnya dulu ya. “ Virgo pamit ke belakang.
Setelah beberapa menit, Virgo kembali ke ruang tamu. Virgo merasa pernah bertemu dan kenal dengan gadis tersebut sebelumnnya. Ia merasa pernah dekat dengan gadis itu. Tapi ia tidak terlalu yakin dengan pikirannya sendiri.
“ Silahkan diminum. “
“ Terimakasih. “ gadis itu sekali lagi menebarkan senyum indahnya. Lalu mengambil susu hangat yang dibuat oleh Virgo. Meneguknya beberapa tegukan. “ Kau tidak minum ? “ tanyanya kemudian.
“ Oh ya. “ Virgo lalu mengambil cangkirnya dan meminum susu hangat itu. Rasanya hangat sekali. Apalagi meneguknya sambil memandang wajah gadis cantik itu.
“ Kau siapa sih ? “ tanya Virgo setelah susu hangatnya telah habis. “ Bukannya sok kenal ya. Tapi aku sepertinya pernah mengenalmu sebelumnya.”
“ Aku Tata. Aku memang temanmu. Kau Virgo kan ? “
Virgo mengangguk. Ia bingung karena ia rasa ia tidak punya teman bernama Tata. Melihat Virgo diam saja, Tata menyahut lagi, “ Virgo ! Kau ingat aku kan ? “
Virgo menggeleng kuat. “ Tidak. Maaf. Aku tidak punya teman bernama Tata. “
“ Virgo... aku... Nona Tata Tiara. “
Virgo terhenyak. Ia menutup mulutnya yang menganga lebar. Ia tidak percaya sama sekali bahwa gadis cantik di depannya ini adalah Nona, teman masa kecilnya dahulu. Ia benar-benar tidak menyangka.
“ Kau.... ti... tidak bohong kan ? “ balas Virgo ragu-ragu.
“ Untuk apa aku bohong Virgo ? Aku memang Nona, teman TKmu dahulu. Kau pasti ingatkan ? “
“ Aku ingat. Tapi... kemana saja kau selama ini ? Aku mencarimu ! Memikirkanmu ! “ Virgo tiba-tiba merasa ingin membentak Nona. Meluapkan segala kekesalannya selama ini karena Nona menghilang tanpa sebab.
“ Maafkan aku, Vir. “ Nona mendekat pada Virgo. Mendekap tangan Virgo yang dingin. “ Aku sebenarnya sudah tiada. “
“ Maksudmu ? “ Virgo berdiri dengan tiba-tiba. Ia terlalu shock dengan kejadian ini. Kejadian yang tiba-tiba dan tidak terduga.
Nona mengusap wajahnya. Ia menitikkan air mata. Menatap Virgo dengan perasaan iba. “ Maaf. Aku baru bisa cerita sekarang. Kejadian ini terjadi bertahun-tahun lalu, saat ulangtahunku yang ke-4. “
***
“ Nona, celamat ulang taun yang ke lima ya. “ Virgo menjabat tangan Nona lalu memeluknya dengan erat. “ Aku akan celalu jadi temanmu celamanya. Ini aku ada hadiah buat kamu. “
“ Apa ini ? “ Nona membuka kado itu dengan terburu-buru. “Waah. Payung merah yang bagus, Pilgo. Kamu emang temen aku yang paling baik. Makasih ya. “ Nona mencium pipi Virgo. Virgo tersipu malu.
“ Ayo Virgo. Kita pulang. Sudah malam. “ ajak ibunya dengan menggandeng Virgo. “ Oh. Nona, selamat ulangtahun ya sayang. “ Ibu Virgo mencium dahi Nona.
“ Tlimakasi Tante Dewi. Dadah, Pilgo. “ Nona melambaikan tangannya. Virgo membalas.
Hujan deras mengguyur perumahan dosen itu. Nona merasa kesepian berada di rumahnya. Ibunya terlalu sibuk mengetik karena memang ibu Nona seorang jurnalis. Ayah Nona setelah perayaan ulangtahun anaknya, langsung kembali ke kampus untuk mengajar.
Setelah ulang tahun yang ke-5 itu. Nona merasa dirinya sudah besar. Nona kecil merasa bahwa ia sudah cukup besar untuk melakukan apa-apa sendiri. Dengan berbekal keberanian yang tinggi. Nona pergi meninggalkan rumah. Sialnya, ayah Nona lupa menguci pintu gerbang. Sehingga Nona bisa keluar dengan bebas.
Karena hujan lebat. Nona membawa payung merah pemberian Virgo. Ia memakainya dengan bangga. Meskipun rumah Nona dan rumah Virgo bertetangga, tapi rumah mereka cukuplah jauh karena berbeda 2 blok. Tapi Nona tidak mempermasalahkan itu,ia sudah hapal jalan menuju rumah Virgo.
Angin begitu kencang. Hujan semakin deras. Nona dengan basah kuyup berusaha menerjang hujan. Digenggamnya erat payung merah itu. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya berulang kali karena matanya sering kemasukan air hujan.
Saat itulah, datang angin besar. Payung Nona terbawa angin itu, karena Nona menggengamnya dengan erat. Nona ikut terbawa angin pula. Ukuran badan Nona yang kecil membuat ia mudah terbawa angin.
Bagaimanapun angin membawanya, Nona tidak akan melepas payung pemberian Virgo itu. Tetap digenggamnya payung itu dengan erat. Seakan-akan ia takut kehilangan payung pemberian sahabat terbaiknya itu.
Angin berhenti di sebuah jurang. Nona terseret dengan payung ditangannya. Ia masuk jurang dengan keras, tak ada satupun orang yang menyadarinya. Dan beberapa saat kemudian angin berhenti. Hujan pun berhenti.
Semua keluarga Nona bingung dengan hilangnya Nona. Ibu Nona menangis tak henti, ia bertandang ke rumah Virgo, tapi kata ibu Virgo, Nona tidak ada disana. Semua bingung. Kecuali Virgo, ia tidak tau apa-apa. Ia tidur tenang dikamarnya dengan mimpi indah.
Beberapa hari kemudian, Nona ditemukan tidak bernyawa di dasar jurang. Ia meninggal dengan memeluk payung merah pemberian Virgo. Badannya penuh luka dan lecet. Melihat anaknya terkapar tak bernyawa, ibu Nona pingsan.
Setelah dikuburkan, keluarga Nona pindah keluar kota. Mereka bermaksud melupakan segala yang terjadi. Mereka menginginkan kehidupan baru tanpa melupakan kenangan bersama Nona, anak mereka.
Semua orang mengetahui hal ini. Mengetahui kejadian ini. Bahkan semua orang di kompleks Dosen ini sepakat untuk tidak memberitahu kejadian yang merenggut nyawa Nona pada Virgo. Mereka tidak ingin Virgo mengetahui hal ini, mereka tidak ingin Virgo bersedih. Sehingga mereka semua bungkam saat Virgo menanyakan perihal Nona.
Setiap hari Virgo menyambangi rumah Nona. Tapi yang dilihatnya bukan Nona. Namun papan besar bertuliskan, “ RUMAH DIJUAL, HARAP HUBUNGI : ...”
***
“... begitulah Virgo. Itu kejadian sesungguhnya. Itulah hal yang ingin kuceritakan. “ Nona mengakhiri ceritanya.
“ Tidak mungkin ! Kau ini aneh ! Pergi kau dari rumah ini ! “ Virgo menarik tangan Nona. Tidak peduli bahwa Nona adalah seorang perempuan. Virgo menarik Nona dan mendorongnya keluar dengan kasar.
Saat diluar. Virgo terpana. Ia melihat payung warna merah. Masih segar diingatannya payung berwarna merah itu. Payung yang pernah diberikannya kepada Nona saat ia berulangtahun yang ke 5. Genggaman tangan Virgo yang kasar berangsur melembut. Ia lalu menitikkan air matanya. Semua ini terlalu rumit baginya.
“ Sekarang kau percaya aku Nona kan ? “ kata Nona.
Melihat tidak adanya respon dari Virgo, Nona memeluk Virgo dengan hangat. Ia merasa menyesal telah menyengsarakan hidup Virgo saat ia pergi dari hidup Virgo untuk selama-lamanya. “Maaf.”, hanya itu yang mampu diucapkan Nona.
Virgo mengajak Nona masuk kembali ke ruang tamu. Mereka cerita banyak. Virgo tidak peduli lagi kemustahilan hal ini. Ia tidak peduli Nona hantu atau bukan. Yang ia pedulikan adalah menggali kenangan yang telah terkubur. Menggali lagi semangat hidupnya.
“ Iya, Vir. Aku gadis yang selalu lewat di depan rumahmu saat kau menyanyikan lagu ciptaanmu itu. Aku suka banget sama lagu itu. “ cerita Nona ceria. “ Akulah gadis berpayung merah yang membuat kau penasaran itu. “ lanjut Nona lalu tersenyum.
“ Kau nakal. Kenapa tidak langsung bertemu langsung saja. Tanpa lewat mondar-mandir di depan rumahku seperti itu. Membuatku merinding saja ! “
“ Ya, biar kau penasaran saja. “ Nona melirik jam dinding yang terpasang di ruang tamu itu. “ Virgo, waktuku sudah selesai. Aku hanya minta satu padamu. Jalanilah hidupmu dengan normal. Bersosialisasilah dengan teman-temanmu, belajarlah dengan rajin, jangan kau pikirkan aku. Aku tidak apa-apa. Aku sudah tenang di alam-Nya. Kau lanjutkan hidupmu ya. Kita akan bertemu lagi di dunia yang lain. Dunia yang lebih indah. “ Nona mengecup pipi Virgo. “ Sekarang kamu bangun, Virgo... Virgo.. “
“Virgooo !!! “
Virgo terbangun, ia rupanya tertidur di meja belajar. Derasnya hujan membuat suasana menjadi berisik. Di depan Virgo terpampang buku pelajaran yang terbuka. Ia ketiduran.
“Virgo ! “
Virgo bangkit berdiri membuka pintu dengan malas. Ia masih tidak sadar sepenuhnya. Ia masih berusaha mengingat mimpi apa dia barusan. Karena ia merasa mimpi itu penting sekali. “Ada apa, Bu ? “ sahutnya malas.
“ Ada paket pos untukmu. Ibu sudah menandatangani bukti penerimaan. Ini nih. “ Ibu menyerahkan bungkusan cokelat itu.
“ Apa ini bu ? Darisiapa ? “
“ Nggak tahu. Kamu buka sendiri saja. Dibawah ada tamu. Tidak enak kalau ditinggal lama-lama. “ Ibu lalu menuruni tangga untuk menemui tamunya.
Virgo menutup pintu kamarnya. Ia lalu duduk kembali di depan meja belajarnya. Membuka dengan perlahan bungkusan itu. Tidak ada alamat pengirimnya. Sungguh aneh. Setelah bungkusan cokelat itu sudah dibuka. Didalamnya terdapat sebuah kardus. Segeralah Virgo membuka kardus tersebut.
Payung merah. Payung merah pemberiannya untuk Nona untuk ultah Nona yang ke-5. Kini ia ingat semuanya. Ia ingat mimpi itu. Virgo merasa tenang sekali sejak mimpi itu. Didalamnya terdapat sebuah surat kecil bertuliskan, “ Lihat ke langit. Nona Tata Tiara. “
Virgo berlari keluar kamar menuju beranda. Ditatapnya langit yang biru indah. Sudah hampir sore tetapi langit masih cerah. Ia terkejut karena ditemukannya awan membentuk titik dua dan lengkungan. Mirip orang tersenyum. Agak kebawah ada awan lagi bertuliskan : V-N atau dengan kata lain : Virgo dan Nona. Virgo tersenyum, ia tidak pernah merasa setenang ini. Ia merasa hidupnya utuh kembali setelah bertahun-tahun ia hidup dengan setengah nyawa.
***
“ Sesuatu yang indah. Mengintip dari balik keheningan hidup. Mata indah itu langsung menusuk hatiku. Membuat hatiku sakit. Sakit tapi nyaman. Langkahmu bisa kurasakan. Lembut tapi tak menghentak. Kau penjarakan segala yang kumiliki. Hatiku sampai sel dalam tubuh terkecil. Semua kau miliki. Aku sekarang telanjang. Tak punya apa-apa. Aku tidak malu. Karena segala maluku sudah kusimpan di dirimu. Malaikat hatiku gadis berpayung merah. Nona Tata Tiara. Selamat ulangtahun yang ke-5.“
THE END
*NB : bagus tah rek ? hehehe, maaf yo lek jelek. maklum masih belajar nulis :p kapan2 aku share lagi cerpen-cerpen. so, dont tired stay on my blog, ya ?
sekian,
AWA
No comments:
Post a Comment