Manusia-manusia jalanan

Oiya. Selamat hari raya Idul Fitri yaaaaa. Maapin kalo telat pake banget. Ya maklum, meskipun saya bukan muslim, tapi saya juga ikutan mudik. Hehe.

Selama perjalanan mudik, nggak jarang saya melihat di pinggir jalan ada orang yang tidur beralaskan kardus atau karung di depan sebuah toko yang sudah tutup. Wajah mereka selalu tampak lusuh dan tua. Pemandangan yang biasa sebenarnya di negeri kita ini.

Tapi sebuah pertanyaan jadi muncul di benak saya, "Kemanakah keluarga mereka?"

Nggak mungkin dong dia sebatang kara. Masa dia langsung mak njendul keluar di dunia ini. Pasti mereka punya kan yang namanya orang tua? Ya, bisa jadi sih orang tuanya meninggal. Tapi... masa orang tuanya anak tunggal? Apa keluarga ortunya pada gak peduli? Masa dia nggak punya keluarga lain? Adiknya atau kakaknya gitu?

Saya jadi inget sebuah cerita nih.

Jadi adik Opa (suaminya adiknya nenek saya) tinggal di sebuah gereja. Awalnya dia memang bekerja disitu dan diberi hunian yang layak. Setelah masa jabatannya habis, dia nggak mau keluar dari gereja itu. Dia memaksa tinggal disitu. Ya karena gerejanya, gereja kecil, terpaksa adik Opa tidur di gudang.

Bertahun-tahun terus begitu. Padahal di kota itu ada keluarga Opa yang lain, yaitu keluarga kakak-kakaknya. Tapi mereka nggak ada tuh yang peduli sama adik Opa yang satu ini. Mereka nggak pernah nengokin, nggak pernah ngajak tinggal bareng, nggak pernah ngasih sepersen pun untuk hidup adiknya Opa.

Sampai akhirnya Opa datang ke kota itu untuk menjemput adiknya. Kondisi gudang yang dibuat tidur itu udah nggak layak banget. Baunya aja bau kencing kecoa. Hewan-hewan semacam tikus atau kecoa udah jadi sahabat adik Opa selama ini.

Sayangnya, adik Opa juga menderita stroke ringan dan itu membuat kondisinya semakin kacau. Opa akhirnya menjemput adiknya itu untuk tinggal bersama Opa di kota lain di Jawa Tengah. Untungnya adik Opa ini mau, meskipun agak linglung gitu jadinya. Maklum udah lama nggak ada yang ngajak ngobrol.

Dari kejadian nyata ini saya sedikit trenyuh, bagaimana manusia terbentuk dari hati sekeras batu. Saya nggak nyalahin keluarga kakak Opa (kakak Opa sudah meninggal) sih, karena gakmau ngerawat adik Opa itu. Mungkin mereka punya alasan untuk itu. Tapi masa iya sih nggak mau menjenguk atau sekedar Say Hello sama keluarganya sendiri? Ngeri kalau denger itu.

Mungkin begitu juga masa lalu manusia-manusia jalanan. Mereka tidak dipedulikan oleh orang-orang yang mengenal mereka. Orang yang mengenal aja nggak peduli, gimana kita yang nggak kenal bisa peduli?

Makanya sekarang, kamu dan saya harus mulai belajar peduli terhadap orang lain. Bukan karena meminta balas budi, tapi terlebih untuk belajar bagaimana Tuhan bekerja di dalam kehidupan kita. Combatt!!


yang belum ngerjain PR liburan,
Aprilia Widia Andini

No comments:

Post a Comment