Lusa

Mungkin sore ini akan berbeda.

Karena 2 hari yang lalu, kau bilang "Lusa" padaku. Dan tak usahlah menunggu lusa, mulai detik kau bilang begitu, aku akan selalu menunggu

Tapi ini sudah lusa. Apakah masih sama? Apakah hitungan lusa mu dan lusa ku berbeda? Ayolah, jangan pura-pura tidak tahu.

Menunggu lusa tidak pernah segelisah ini. Itu tidak lama, hanya saja jika konteksnya menunggu, mungkin bisa jadi membosankan. Atau... hanya aku yang merasa dan kau tidak.

Kenapa harus lusa? Kenapa tidak saat itu? Atau mungkin esoknya barang kali? Kan bisa lebih cepat. Kita bisa lebih menghemat waktu kita dan tidak terus berpura-pura waktu kita masih banyak.

Harus berapa lusa lagi? Saat kau bilang , "lusa", aku hanya berharap kata itu tidak pernah terucap lagi. Karena saat lusamu kau ucapkan, maka akan ada rentetan lusa yang akan menyusul. Ini tidak pernah sederhana, sesederhana kau ucapkan lusa.

Bagaimana lusa ini berakhir? Atau mungkin tidak akan pernah berakhir?

Apa harus aku menunggu sampai kau berhenti mengucapkan lusa dan mulai bergerak menemuiku?

Aku hanya takut. Takut tidak ada lusa lagi dalam kalender kehidupanku.

Segeralah. Aku sudah bosan berjanji pada lusa, bahwa aku akan menunggu bersamanya.

No comments:

Post a Comment