Cerita-cerita Sederhana dari Kami - Part 1

Kami tidak tahu apa yang membuat kami berjalan beriringan seperti ini. Hari esok tampaknya terlalu remeh untuk menjadi hal yang ditakuti, karena kami tahu, kami bersama. Selama kebersamaan ini selalu mengiringi, tidak ada lagi tempat tersisa untuk rasa takut.

Bersama. Mungkin satu hal itu yang secara tidak sadar, merasuki kehidupan kami. Kami saling menguatkan satu sama lain. Mengisi kekosongan satu sama lain. Melebihkan apa yang kurang dari pribadi kami masing-masing dan menerima apa yang menjadi keterbatasan kami masing-masing.

Kami punya cerita saat kami bersama. Terlepas dari kebersamaan itu, secara pribadi, banyak cerita yang kami alami. Semua hal menyenangkan itu seakan menutup semua luka di dalam hati kami masing-masing. Luka yang digoreskan oleh sebuah realita yang dinamakan kehidupan.


Melepaskanmu - Cessa

Hai. Namaku Cessa. 

Aku gadis mungil berambut pendek yang suka tertawa karena hal-hal sederhana, bahkan tidak masuk akal. Mungkin ini juga karena mereka. Orang-orang gila yang sering membuat keributan dimanapun mereka berkumpul, bahkan sering menjadi pusat perhatian di dalam kerumunan.

Aku merasa beruntung mengenal mereka, bahkan menjadi salah satu dari bagian kehidupan mereka. Segala sesuatu bersama mereka membuatku merasa bahwa hidup ini terlalu mudah untuk dijalani. Tawa mereka, canda mereka, seakan menjadi kekuatan baru disaat kehidupan menjegalku dan membuatku jatuh. Untungnya mereka selalu hadir, mengulurkan tangan dan membuatku berdiri kembali.

Namun kami manusia, dibatasi oleh ruang, waktu, dan tenaga. Sering kali kehidupan menjadi hampa tanpa mereka. Apalagi saat aku mengenal cinta. Bukan menjadi barang yang mudah untuk memahami setiap detakan jantung yang berpacu saat ku melihatnya.

Saat itu aku masih duduk di kelas 5 SD, saat aku merasakan hal yang berbeda dalam diriku. Di dekatnya, aku tidak bisa menjadi diriku sendiri. Bahkan sering kali aku mencoba untuk menarik perhatiannya. Entah ini perasaanku saja atau memang benar, namun kukira dia juga berusaha menarik perhatianku dengan tatapannya yang penuh arti.

Waktu berjalan, tidak terasa perasaan ini tetap ada meskipun banyak laki-laki silih berganti mengisi kehidupanku. Namun dia tidak pernah hilang, bahkan terus menerus kusebut dia dalam doa. Hanya memastikan bahwa Tuhan menjaga dia dan menolong dia dalam kesusahannya. 

Sampai pada suatu hari, kehidupan benar-benar menyeretku kembali kedalam masa kelam. Seorang gadis cantik berambut panjang mengisi kehidupannya dan menjadi kekasihnya. Aku benar-benar hancur. Bukan begini skenario yang aku mau. Bukan ini yang kuharapkan setelah 6 tahun menunggu. 

Mereka kembali datang saat aku jatuh. Menguatkanku dan menjanjikan bahwa aku baik-baik saja, bahwa segala sesuatunya tidak berakhir saat dia punya kekasih. Masih banyak kesempatan dan harapan yang menanti di hari esok. Aku percaya pada mereka, karena aku tahu mereka tidak pernah berbohong padaku. 

Kehidupanku mulai berjalan normal kembali. 

Sayang itu tidak berlangsung lama karena aku dipertemukan kembali dengannya di suatu acara. Tatapannya masih tetap sama saat melihat ke dalam mataku, tatapan yang punya banyak arti. Aku berusaha mengalihkan perhatianku pada hal-hal lain. Tapi aku tidak mampu. Dia seperti magnet yang berusaha menarik kembali perhatianku. Hanya bisa berdoa dalam hati agar acara ini cepat berakhir.

Esoknya, dia mengirimiku pesan. Menanyakan kabarku, menanyakan segala sesuatunya tentangku. Aku membalas pesannya dengan penuh semangat. Sejenak melupakan bahwa dia mempunyai kekasih. Obrolan maya ini berjalan santai. Kami saling bercerita tentang kehidupan masing-masing, hingga kami sampai pada obrolan yang serius. Dia menanyakan perasaanku padanya.

“Aku suka kamu. Sudah lama. Maaf ya.” 

“Kenapa baru bilang sekarang?”

“Memang kenapa kalau bilangnya daridulu?”

“Mungkin aku tidak akan bersama pacarku sekarang.”

Aku senang sekaligus terharu, bahwa perasaanku selama ini terbalaskan. Namun mengapa dia berbicara seperti itu saat dia sudah punya kekasih? Bukankah ini bisa menyakitkan pada salah satu pihak? Aku benar-benar bingung harus senang atau sedih. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku menjadi tokoh antagonis di dalam kisah hidup kekasihnya. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti siapapun dalam kehidupanku, sengaja maupun tidak. 

“Ini tidak benar, Ches. Kamu harus tahu perasaan pacarnya kalau tahu obrolan gilamu ini.” Komentar Lena, saat kuceritakan hal itu pada mereka keesokan harinya di sebuah cafĂ©.

Yenna, Ranti, Bitta, Ilya, mengiyakan. Bahkan Diandra yang selalu bersikap tidak peduli, kali ini menggelengkan kepalanya sambal menatapku tajam. Ini artinya, aku benar-benar bersikap keterlaluan.

“Lalu aku harus bagaimana ?” 

“Yaaa….” Sahut Bitta. “Kamu harus menjauhinya untuk sementara waktu, Chess. Harus.”

Aku terdiam. Segelas caramel milk dihadapanku benar-benar terlihat tidak menarik. Sekarang, segala sesuatu tidak tampak menarik. Aku benar-benar terpuruk. Haruskan aku bangga ataukah haruskah aku sedih atas semua yang ku alami?

Setelah obrolan panjang bersama mereka. Aku mengambil kesimpulan bahwa aku harus sejenak mengambil jarak dengannya. Bukan hanya untuk kebaikanku, tapi untuk kebaikannya dan kekasihnya, karena aku benar-benar tidak ingin menyakiti seseorang.

Sekarang yang bisa kulakukan hanya berserah dan membiarkan Tuhan meneruskan skenarionya ini.

Maaf Tuhan. Tapi, apa boleh aku meminta suatu hal?

Aku mohon jangan tinggalkan dia. Jaga dia. Jangan biarkan kesedihan masuk dalam kehidupannya. Jangan biarkan seseorang menyakiti dirinya. 

Aku disini baik-baik saja, selama dia juga baik-baik saja.

Amin.

to be continued..... Terlalu Banyak Pilihan - Yenna

No comments:

Post a Comment