Siang tadi terpaksa pergi ke mall ditengah pandemi ini. Gak ada pilihan lagi karena gadget di rumah ada yang rusak dan gadgetnya termasuk krusial banget alias harus cepet-cepet dibaikin.
Seperti biasa, ambil nomer antrian service, lalu duduk dan menunggu dipanggil. Kebetulan siang itu tak banyak orang yang gadgetnya rusak, sehingga antrian tungguku hanya 1 orang. Karna kecerobohan tidak dipunyai semua makhluk tadi, aku cepat dipanggil dan menduduki kursi di loket yang sesuai dengan antrian.
Sambil sedikit emosi kujelasinlah gadgetku ini sama mbak bermasker di depanku. Ih ya ampun suaranya mbaknya mini banget heran. Berkolaborasi dengan kemampuan budekku yang luar biasa akhirnya percakapan kami berisi 90% aku ngomong "hah apa mbak".
Seusai sesi listening yang sulitnya 11-12 sama tes toefl, gadgetku segera dicek untuk mengetahui kerusakannya ada dimana. Aku diminta menunggu. Semula, aku mencoba cari kesibukan dengan membaca-baca brosur yang sudah disediakan. Brosur berisi gadget merk tersebut yang baru release. Setelah lihat harganya, tak lama aku lipat dan kujadikan brosur tersebut kapal-kapalan.
"Jadi, lebih mahal kalau ganti mesin mbak daripada beli baru?" Suara ibu-ibu disebelahku membatalkan keberangkatan kapal titanicku. Aku jadi memutuskan untuk mencuri dengar.
"Iya bu. Lebih baik beli produk baru dengan memori yang lebih besar jadi bisa menyimpan banyak gambar dan video" jelas Mbak dibalik kaca itu dengan hati-hati. Aneh, aku bisa mendengarnya lebih jelas daripada mendengar mbak didepanku tadi.
Kutaksir, ibu-ibu tersebut berusia 60an akhir. Sudah agak renta namun terlihat bugar. Tidak ada nada marah-marah sama sekali, tuturnya sopan dan tenang. Tidak seperti ibu-ibu yang sering kulihat pada umumnya.
Mbak yang melayaniku kembali dan aku memulai sesi listening gelombang kedua hari ini. Ini adalah duel maut antara mbak-mbak bersuara mini feat masker versus gendang telingaku yang sering tertutup akibat jarang mendengarkan perintah orang tua. Duel itu berlangsung cepat karena ternyata mbaknya hanya mengabari bahwa gadget masuh diproses untuk pengecekan. Oke.
"Mbak jadi saya tidak bisa simpan video gambar dari whatsapp?" Tanya ibu itu dengan wajah bingung.
Lawan bicara tampaknya sudah cukup kesal karena yang ditanyakan sebenarnya cukup rumit untuk dipahami ibu-ibu berusia 60an akhir, "Bisa bu tapi harus sering-sering dihapus karena memori ibu ini termasuk kecil"
"Bagaimana mbak cara tahu memori sudah penuh?" Dan blablabla pertanyaan mengenai memori dan tetek bengeknya diluncurkan si ibu kepada mbak-mbaknya yang mulai capek menjawab.
***
Ibu tadi mengingatkanku sama kedua orangtuaku. Betapa tiap hari selalu ada saja pertanyaan mengenai gawai-gawai yang mereka pakai. Tentunya sebagian besar mengenai pertanyaan kenapa hp saya lemot. Ya karna Anda simpenin semua meme dan video lucu dari whatsapp. Kalau dipikir-pikir jahat juga ya aku sering kesel kalau mereka tanya hal sederhana tapi karena kupikir, "gitu aja kok gak paham sih" jadinya makin kesel.
Perginya ibu tadi sendirian ke service center tentunya bikin hatiku sedikit sedih. Mulai deh otakku bikin skenario mengharukan bagaimana si ibu sendirian di rumah dan pas mau save foto si cucu yang dikirim via grup wa, ada notifikasi bahwa memori penuh. Akhirnya dengan tekad bulat, beliau naik kendaraan umum untuk ke service center menanyakan keanehan gawainya.
***
Awalnya, pikiran untuk menjadi kaya sukses membahagiakan orang tua selalu mendominasi di dalam otakku. Sehabis wisuda banyak sekali rancangan masa depan yang kurancang untuk mencapai tujuanku. Semua itu buyar yar yar karena.... ya, corona. Bangsat emang. Tapi ada 1 hal yang benar-benar kusyukuri bahwa aku 24/7 menemani orang tuaku; menjawab setiap pertanyaan ngeselin mereka, mendengarkan ceramah harian mereka, mendengar teriakan mereka, dll dsb.
Aku menyadari bahwa aku dan mbakku sudah dewasa, tidak lama lagi jalan yang kita tempuh berbeda. Mungkin rumah yang kita tempati akan jadi berbeda pula. Namun satu hal yang terus mengganjal pikiranku, bahwa tidak akan bisa aku meninggalkan orang tuaku hanya berdua di rumah ini. Jika mbakku pergi, maka itu menjadi 100% haknya, pun itu 100% hakku untuk pergi atau tinggal.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jalan tengahnya; pergi untuk kembali. Aku berencana untuk mengambil pekerjaan di Pulau Jawa saja. Alasannya agar seminggu sekali bisa menjenguk orang tuaku di rumah. Aku tidak ingin mereka pergi ke service center untuk menanyakan hal remeh yang bisa dengan mudah kujelaskan dan kuperbaiki.
***
Ada orang yang mencari sukses di luar negeri, menetap disana, beranak cucu disana. Salut! Ada yang merantau dari daerah ke kota besar karena kesempatan yang lebih besar. Keren! Ada yang menurunkan standart hidupnya demi bisa bekerja di kota sendiri sehingga bisa menemani orang tuanya. Hebat!
Ternyata apapun pilihan hidup masing-masing orang pantas dihormati. Tidak ada piluhan yang benar karna masing-masing memiliki resikonya sendiri. Hidup gak usah ribet dengan banding-bandingin standartmu dan orang lain. Be the best version of yourself! And of course be happy!
Aprilia Widia Andini
No comments:
Post a Comment