Jika ada satu hal yang paling menggambarkan kehidupanku, mungkin "well prepared" adalah hal yang paling tidak mungkin menjadi jawaban. Berkali-kali "mencobai diri sendiri" dengan dalih; "iya aku tahu, aku udah siap kok" ternyata ketika kejadian beneran, ah apa itu baik-baik saja, aku ingin mleyot di lantai kosanku yang panas aja sambil nangis-nangis mohon ke Tuhan biar fase pesakitan ini segera lalu. Mungkin teman-teman yang bijak yang sudah mewanti-wanti di awal sekali kisah melihat kejatuhanku ini hanya bisa berdesis dan memandangku nanar, "katanya udah tau risikonya, Li?". Oke maaf teman-teman ternyata semikir apapun akan akhir cerita yang buruk, ternyata rasanya berkali-kali lipat ketika itu terjadi.
Ternyata banyak dari kita (atau semua manusia) yang memang akan selalu tidak siap untuk segala kejadian yang akan terjadi. Segala hal yang sudah kita kira akan terjadi, rasanya ternyata tetap sakit ketika itu beneran terjadi. Ya mungkin itu sama halnya dengan kita yang sering kali memandang masalah orang sebelah mata karena kita merasa "ah gitu doang kok", ya mudah memang, karena kita tidak benar-benar memakai sepatunya meskipun kadar empati kita udah semaksimal mungkin yang bisa Tuhan kasih ke manusia. Jadi bagaimana kita harus bersiap? Apakah tetap siap-siap atau leha-leha aja sambil nonton film terbaru di netflix?
Kalau saya sih, dengan segala pengalaman yang sudah terjadi, tentu jawabannya satu: trabas! Haha. Apa itu belajar dari masa lalu? Bagaimana kita tahu akhir sebuah cerita ketika kita tidak mencoba? Karena mungkin rasa penasaran itu lebih mengganggu daripada sakit hati yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Ya tidak semua orang punya jiwa bodoh seperti saya, mungkin banyak dari kita yang "well prepared" sehingga menghindari segala konflik yang mungkin terjadi di depannya, tapi apa seru?
Bagaimana kita menikmati hidup kalau kita selalu berhati-hati? Bagaimana kita bisa tahu aku bisa mencapai ini lho ternyata tanpa kita berani untuk jatuh? Ya banyak sekali kegagalan di muka bumi ini dan banyak hal yang bisa dipelajari dari kejatuhan orang lain, tapi apakah cerita setiap orang akan sama? Bukankah kita itu unik dengan garis tangan yang tergambar di jiwa kita? Sehingga ketika kita melakukan A, bukan berarti B karena orang lain hasilnya waktu itu B, bisa jadi kita XYZ kan?
Jadi apakah lebih baik membiarkan rasa penasaran karena tidak mencoba itu membelenggumu atau merasakan rasanya jatuh dengan indah (ya ada lukanya, tapi akan sembuh)?
No comments:
Post a Comment