Hanya Begitu Saja Aku Menyukainya

Aku tidak tahu apakah ini akan menjadi cerita yang menarik bagimu. Tapi tentu, ini adalah salah satu kejadian yang tidak akan pernah aku lupakan dalam hidupku.

Aku bertemu dengannya tanpa ada suara setiap pagi. Kami menyapa dengan mata kami. Sungguh, seakan matanya berbicara dan berbincang padaku hingga wajahku meruam karena entah mengapa itu membuatku berdebar. Dia bukanlah yang tertampan, apalagi yang terjago. Dia hanyalah seorang anak dari keluarga sederhana dengan latar belakang sang ayah seorang guru SD dan ibu seorang pramuniaga.

Aku bertemu dengannya setahun lalu. Ketika pertama kali masuk kelas ini, tidak sengaja aku menaruh tasku disamping tempatnya. Sungguh tidak kusengaja, karena kupikir tasnya adalah tas seorang wanita. "Ini tas kakakku yang sudah lulus SMA. Memang warnanya norak. Tapi masih bisa kupakai dengan nyaman." jelasnya dikemudian hari.

Kamu tahu, aku semakin menyukainya karena segala kesederhanaan yang dia miliki. Aku tahu dia bukan orang yang bisa bermewah-mewah, tapi aku tahu dia juga bukan orang yang melarat hingga tidak bisa beli makan. Tapi setiap harinya dia selalu sedia bekal yang dia bawa dari rumah untuk makan siang.

"Masak apa hari ini?" tanyaku tanpa memalingkan pandanganku dari kotak makannya yang bergambar salah satu karakter kartun.

Dia tersenyum dengan matanya lagi. "Aku hari ini bangun agak siang. Jadi cuma bisa masak nasi goreng sama telor mata sapi." ujarnya sambil membuka bekalnya. Tanpa menunggu lama, bau sedap nasi gorengnya mengisi seluruh ruang kelas. Hingga beberapa kali "lalat" hinggap di mejanya meminta sesuap bahkan beberapa suap sendok.

"Hei, jangan banyak-banyak! Dia belum makan banyak!" kataku sambil sesekali memukul tangan-tangan nakal si lalat-lalat tadi.

"Aduh, ada bodyguardnya nih" kata mereka mengejek. Aku mendengus dan kuperlihatkan mata elangku agar mereka pergi dari meja itu

Dia tertawa ringan sambil mengunyah nasi goreng di mulutnya melihat kejadian dihadapannya. Senyum yang tidak kuharapkan tiba-tiba mampir di bibirku. Sungguh, dia begitu imut!

"Jangan galak-galak, nanti darah tinggi!" dia bilang sambil menyendokkan nasi goreng dan mendekatkan ke mulutku. "Nih, belum makan kan?"

"Aku diet tau!" seruku sebal. Tapi tetap saja kuambil tawarannya. "Thanks" seruku malu.

Aku suka segalanya tentang dia. Terutama saat dia membicarakan cita-citanya dengan gairah yang membuncah. Dia memang bukan orang yang paling cerdas di kelas kami, tapi dia punya semangat yang lebih gigih daripada yang lainnya, terutama daripadaku.

Aku suka dia karena dia selalu mengingatkanku untuk menjaga diri. Bagaimana dia sekarang peduli dengan isu gender yang sedang marak terjadi. Membahasnya hingga sering kali tanpa sadar dia mewanti-wanti aku agar tidak keluar rumah kecuali ada perlu.

"Kalau perlu keluar, tapi nggak ada temennya. Langsung telfon aja."

"Telfon kamu?"

"Nggak, telfon mekdi. Biar dianter ke rumah."

"Kalau nggak mau mekdi?"

"Harus mau mekdi. Biar nggak keluar rumah."

"Maksa" sahutku agak asal-asalan agar dia tidak mendengar bunyi detak jantungku yang mengeras karena merasa diperhatikan begitu dalam.

Kamu harus tahu rasanya, bagaimana rasa sukaku padanya. Hingga sering kali aku hanya menatap langit-langit kamarku yang gelap ditengah malam karena melamuni masa depanku dengannya. Bagaimana aku berpikir punya anak dengan dia, menghabiskan masa tua kami bersama. Dia benar-benar tipeku.

"Kira-kira hadiah untuk cewek yang bikin seneng apa ya?" dia bertanya tanpa ada aba-aba siang itu.

"Masakin masakanmu aja." kataku singat, masih tetap sok cuek.

"Ah jangan." dia tetap bersikeras. "Nanti dia nolak aku lagi."

Aku membelalak dan menatap matanya tajam. "Hah? Siapa?"

"Kenalan SMA. Udah lama deket. Pinginnya diresmiin."

Kamu tahu rasanya? Sangat rumit. Aku ingin begitu membencinya tapi dari segala sesuatunya tentang dia, aku tidak menemukan alasan untuk melakukannya. Aku masih saja menyukainya tanpa rasa malu.

Dan hari itu kami melanjutkan obrolan mengenai apa hadiah yang cocok untuk calon pacarnya kelak. Sungguh aku tidak apa-apa.
***

No comments:

Post a Comment