De Tjolomadoe: Sejarah Manisnya Negeri

Pertama kalinya dalam sepanjang hidup, keluargaku merencanakan jauh-jauh hari untuk berlibur selama 3 hari 2 malam di Kota Solo (biasanya ndadak, nggak pernah direncanakan jauh-jauh hari). Perencanaan yang jarang dilakukan keluargaku ini tidak lain tidak bukan karena adanya traveloka epic sale hehe. GILA AJA MASA HOTEL BINTANG 4 KISARAN 100.000an. Langsung deh cari tanggal weekend yang kosong, dan ternyata sekeluarga baru ada tanggal kosong sebulan lagi alias waktu itu sebulan lagi adalah tanggal 18-20 Oktober 2019.

Sumpah teruntuk traveloka makasih banyak, kalau kamu gak ngadain epic sale gini, mungkin kami tidak akan pernah merencanakan liburan sejauh ini (terharu). Iya, fyi aja, kami sekeluarga kalau mau liburan emang selalu dadakan dan destinasi ya di daerah-daerah jawa tengah aja sih. Dampak kendadakan yang paling teringat waktu itu adalah ke semarang. Tentu belum dapet hotel, tapi berangkat-berangkat aja sampai keliling kota. Malemnya baru sadar, sampai ngemper di deket simpang lima sampai jam 10an malam karena semua hotel penuh. Akhirnya ada sih 1 hotel deket bandara yang ternyata sisa 1 kamar banget dan itu harus nunggu sampai jam 11 kami boleh masuk kamar, gaktau alasannya kenapa, yang penting bisa tidur dulu deh.

Oke maaf jadi cerita kesana kemari. Oke kembali ke judul.

Hari Sabtu yang sangat panas, setelah makan Soto Triwindu yang seger banget tapi-porsinya-dikit-banget, kami berpikir destinasi selanjutnya. Sebenarnya sudah direncanakan mau ke Solo Heritage, tapi setelah dilihat-lihat kok tempatnya mirip museum angkut, yaudah deh skip.

Fyi lagi. Hari Jumat ke Sabtu, kami menginap di hotel di Jalan Slamet Riyadi. Sabtu ke Minggu kami menginap di hotel di Jalan Adi Sumarmo. Iya, jadi kami pindah hotel demi mencicipi hotel-hotel yang sedang epic sale ini (MUMPUNG).

Karena kami juga harus pindah hotel di daerah adi sumarmo. Kami jadinya menemukan destinasi yang sangat cucok meong di daerah adi sumarmo (hanya berjarak sekitar 2 km dari hotel kami). Dan lagi-lagi sobat kawan setiaku, traveloka, memberi diskon tiket masuk. Uh sayang banget sama traveloka banyak diskon gini.

Dan inilah liputan dari Negeri Gula

De Tjolomadoe

Kami memasuki area yang sangat luas dengan beberapa pohon yang tegak berdiri, berusaha meneduhkan Kota Solo yang sedang terik itu. Kami masuk, mengambil karcis parkir, dan mengambil parkir di bawah salah satu keteduhan pohon di area parkir itu.

Area parkirnya luas. BANGET. Mungkin bisa sampai 60-70an bis masuk sini. Seluas itu.

Baru saja kaki menginjak paving, ibu dan bapak udah minta foto. Yaudah turutin aja sebagai anak yang berbakti, takut dikutuk jadi ikan duyung.



Setelah itu kami bergegas menuju loket didepan untuk redeem tiket dari traveloka. Harga tiket saat weekend 25.000/orang, weekday 20.000/orang. Kami memasan lewat traveloka harganya jadi 22.500/orang. Lumayanlah hemat 10.000 untuk 4 orang HAHA. Maaf kami perhitungan.

Setelah kami diberi tiket masuk untuk 4 orang, kami langsung masuk ke dalam museum. Tiket yang kami pegang ditukar dengan stempel di tangan kami masing-masing. Tiket ini berlaku untuk semua tempat di De Tjolomadoe kecuali di cafenya, kalau kalian mau makan minum harus bayar ya hehe.


Saat masuk kami langsung menemui ruangan yang begitu besar dengan banyak mesin-mesin tua yang tentunya sudah dicat ulang, sehingga terlihat masih baru. Mesin-mesin ini dulunya adalah mesin penggiling tebu untuk dijadikan gula. Yang bikin hepi disini, adem. Hehe. Terus banyak informasi-informasi menarik yang bisa kamu dapatkan. Apalagi seputar pabrik gula.

Interiornya De Tjolomadoe ini gak main-main, bagus banget. Hampir mirip-mirip dengan ArtJog HAHA. Emang gak semirip itu, tapi tatanannya nyeni banget. Ternyata pabrik ini udah berdiri sejak jaman cuultur steel, alias tanam paksa. Waktu itu tebu yang diproses disini memang hasil tanam paksa jaman kolonial. Kebayang gak tuh udah selama apa pabrik ini berdiri.



Selain dapet banyak ilmu-ilmu tentang perkembangan pabrik gula, cara memprosesnya, dan sejarah kenapa pabrik ini tutup tahun 1997, kalian juga bisa dapet menikmati hawa-hawa tenang disini. Gak riuh dan adem aja deh pokoknya gak kayak museum-museum pada umumnya.

Oh ya, ada juga ruangan seni gitu isinya lukisan di dinding. Tapi yang ini unik. Setiap 1 menit lampunya akan nyala, menit berikut mati. Nah saat mati itu, ada lukisan lain yang nampak dari lukisan sebelumnya, kayak cahaya fosfor gitu. Sebenernya aku pingin banget mengabadikan lukisannya saat lampu mati, tapi karena keterbatasan kualitas kamera, jadinya gak ketangkep ke epic annya. Hehe. Ini adanya foto waktu lampunya masih nyala.


Setelah kami berkeliling, kami menemukan cafe di dalam museum ini. Cafenya masih kental dengan suasana-suasana pabrik gula itu sendiri. Kami memilih untuk ngaso sebentar, meskipun sebenarnya nggak capek-capek amat haha. Emang sekeluarga doyan ngunyah, jadinya kami berhenti di cafe untuk pesan makanan. Bilangnya sih istirahat sambil nyemil, tapi yang dipesen pizza. HAHA. Nayamul (baca: lumayan) harganya 35k, tapi lumayan worth it. Gak semahal itu kok cafenya.

Setelah istirahat kami melanjutkan jalan-jalan di pabrik tua ini. Dan ternyata gak jauh dari cafe, udah pintu keluar HAHA. Dasar. Sebenarnya yang bisa diexplore disini nggak sebanyak itu, tapi buat kamu yang suka hunting foto atau suka sejarah, tempat ini cocok banget buat kamu. Kalau aku ditawari masuk sini lagi, mungkin aku mau. Soalnya kemarin sibuk motoin princess yang baju item itu, jadi nggak keburu untuk baca-baca sejarahnya.

Sekian liputan dari pabrik gula di Colomadu ini. Semoga kalian tertarik untuk datang dan menambah ilmu disini.

Kapan-kapan cerita lagi ya


Salam dari gedung yang sebelumnya mati, tapi diperkasakan kembali.

No comments:

Post a Comment