Hal-hal yang Membawaku ke Ruang Pikatmu


(Penulis menulis dari sebuah meja kecil di ruang tamu)

Manusia sejak lahir dibekali akal pikiran dan perasaan. Kedua hal dasar itu yang membuat insan disebut seorang manusia. Hal dasar itu sampai kapanpun akan melekat, terus berkembang, dan menjadi dasar berpijak manusia sebagai rantai makanan tertinggi di semesta.

Semenjak menyadari bahwa setiap manusia memiliki perasaan, aku mulai mudah terpikat dengan lawan jenis. Kisah cinta dimulai dari tingkat akhir sekolah dasar. Masih segar diingatanku bagaimana seorang gadis dibawah umur mulai menunjukkan ketertarikan kepada lawan jenis. Mudah dideteksi, mataku selalu mengunci kepadanya; setiap gerakan dan langkahnya, tingkah lakunya yang konyol dan tidak ketinggalan, deretan gigi susunya yang tidak karuan yang terlihat saat dia tertawa lebar. Sederhana dan tulus.

Semakin lewatnya usia, saat ini aku sudah mengalami pasang surut perasaan itu. Pernah mencintai seseorang selayaknya dia satu-satunya laki-laki di dunia ini, hingga pada satu titik perasaan itu menjadi perasaan benci hingga menatapnya saja seperti menatap rongsokan sampah. Satu dua orang datang dan pergi, tapi tidak ada yang menetap lama, apalagi yang benar-benar berkomitmen secara utuh untuk menghabiskan waktu tua bersama. Semua hanya perasaan sementara yang tercipta karena adanya ruang dan waktu yang terbatas.

Selama ini, jatuh cinta disebabkan oleh paras atau selera humor laki-laki itu. Ya, aku mudah jatuh cinta dengan laki-laki yang dapat membuat lelucon receh. Kedua hal itu menjadi rapot harianku tentang bagaimana aku memandang laki-laki. Selain itu, sudah terserah kamu saja mau gimana. Ya untungnya dulu aku tidak begitu rupawan, sehingga sebenarnya ketertarikan secara visual tidak menjadi tolak ukur yang tinggi saat itu. Ya siapa aku hingga menginginkan seseorang dengan paras Brad Pitt?

Hingga aku berada di titik, dimana aku berpikir: apa yang membuatku terus menerus gagal menjalin hubungan? Tentu karena tolak ukurku tidak jelas dan bagaimana aku yang seorang anti-patriarki, tidak ingin berburu, inginnya diburu. Maksudku, apa yang menyebabkan wanita-wanita jaman sekarang menunggu dan menunggu? Apakah mereka menunggu untuk diburu atau bagaimana? Kamu suka, grab it fast! Sebenernya sesimpel itu.

Sekarang, jatuh cinta menurutku lebih rumit. Membuang jauh-jauh tolak ukur saat menjadi gadis-dibawah-umur-20 gak semudah itu. Karena sudah terbiasa menilai orang dengan tolak ukur itu, aku jadi sedikit banyak jadi ikut-ikutan masa lalu untuk menilai orang lain hanya sebatas paras dan selera humor.

Sampai aku ketemu kamu.

Pertama kalinya dalam hidupku, aku jatuh cinta pada pikiran seseorang. Tidak lagi mengenai paras apalagi selera humor yang konyol. Bagiku, itu pengalaman yang menarik dan baru. Bagaimana setiap malam aku selalu kagum dengan caramu berpikir dan berbicara. Betapa luasnya pengetahuan yang kamu punya dan itu semakin membawaku kepada ruang pikatmu. Dan jujur, itu lebih memikat daripada yang sudah-sudah.

Sehingga sekarang yang aku pikirkan, bukan lagi bagaimana cara berburu dan mendapatkanmu, tapi tentang bagaimana membuatmu bertahan karena hingga sekarang aku tidak bisa memikirkan hidup tanpa mendengarkan pikiranmu yang berisik itu. Aku terjebak dalam ruang pikatmu.

Aprilia Widia Andini

No comments:

Post a Comment