Keributan di Kamar Wanita

Waktu itu ribut sekali di kamar salah seorang teman wanita. Pembahasan mengalir dari betapa sulitnya materi kuliah tadi siang hingga ke cerita masa lalu yang kelam. Salah seorang wanita tidak sengaja membuka kenangan pahitnya di masa lalu saat ia masih berumur 15 tahun. Di pinggiran jalan kota yang ramai siang itu, dengan memakai seragam SMP yang lusuh, ia berdiri menunggu angkutan kota bersama beberapa teman-temannya. Tidak pernah terpikirkan bahwa hari itu akan menjadi hari yang akan terus menerus diingatnya, bahkan mungkin sampai nafas terakhirnya kelak.

Dengan nada yang datar ia bercerita mengenai hari itu. Seorang bapak-bapak berumur, berpakaian rapi dengan kemeja dimasukkan ke dalam celana kain hitamnya, berjalan dengan santai ke arahnya Tak pernah mengira bahwa beberapa detik kemudian laki-laki berengsek itu mendaratkan tangannya ke area privasinya. Waktu berlalu sangat cepat, hingga ia baru sadar setelah seorang teman menepuk bahunya. Tangan itu masih terasa. Ada disana. Menggerayangi hingga menjalar ke setiap bagian di tubuhnya. Berminggu-minggu ia mati rasa hingga akhirnya ia beranikan bercerita kepada seorang teman dan barulah ia dapat menangis hingga sesak.

Cerita itu membuat ribut di kamar teman wanita saat itu. Semua menyampaikan rasa simpatiknya. Hal yang mengagetkan berikutnya adalah bahwa semua wanita di kamar itu bercerita pernah mengalami hal yang sama. Semuanya pernah mengalami pelecehan seksual seakan-akan itu adalah nasib normal yang "harus" dialami seorang wanita. Satu-satunya hal yang bisa disyukuri atas keributan saat itu adalah betapa setiap orang bisa bercerita dengan baik tanpa memandang jijik satu sama lain.

Tidak semua wanita korban kekerasan seksual dapat ribut di kamar bersama wanita lainnya. Ada yang hingga saat ini mengurung diri, menyimpan lukanya sendiri, dan tiap hari berjuang menghidupi mimpinya dengan berpura-pura tak ada yang salah dalam dirinya. Sulit rasanya menyuruh mereka berbicara, karena hak diam dimiliki setiap orang. Tapi amarah itu masih membara dalam raga ketika melihat para korban harus hidup dalam rasa takut sedangkan pelaku menganggap hari itu tidak pernah terjadi bahkan mungkin sudah dilupakannya.

Dengan adanya keributan di kamar wanita saat itu aku semakin yakin bahwa kekerasan wanita yang selama ini diceritakan di sosial media yang bahkan pernah dihitung jumlahnya oleh sebuah lembaga hanyalah puncak gunung es. Masih banyak kasus kekerasan seksual yang tidak bisa diceritakan para korban. Tidak, itu bukan salah mereka. Dengan tidak adanya jaminan "rasa aman" oleh negara, maka adalah sebuah hal yang wajar ketika mereka enggan bercerita dan bersaksi untuk menghukum pelaku.

-----

Aku bisa dibilang orang yang tidak peduli dengan undang-undang. Toh sejujurnya tanpa kamu membaca undang-undang, kamu tahu bagaimana harus berperilaku dalam masyarakat dengan mengikuti nuranimu. Kamu akan tahu mana yang baik dan mana yang benar.

Satu-satunya hal yang membuatku melek masalah undang-undang hanyalah kasus penghapusan RUU PKS. Mungkin memang tidak "semelek" orang lain yang sampai mengkaji, memperjuangkan, hingga turun ke jalan menodong pemerintah yang tidak bisa bekerja. Tapi aku berusaha dengan kemampuanku sendiri untuk berjuang bersama warga negara lain agar RUU PKS ini tidak jadi dibatalkan.

Karena apa? BRENGSEK SEKALI PARA DEWAN YANG TERHORMAT YANG MEMBATALKAN RUU INI HANYA KARENA PEMBAHASANNYA YANG SULIT! Yang sulit bukan pengkajian RUU PKS tapi yang sulit adalah hidup dalam masa lalu yang tidak akan bisa kamu lepaskan bahkan tidak bisa kamu kurangi bebannya hanya karena tidak ada jaminan aman oleh negaranya sendiri!

Aku pribadi tidak berharap hal yang luar biasa pada negara ini; tidak berharap pelaku dihukum. Harapanku sesimpel bahwa setiap korban diberi akses ke "kamar wanita" sehingga keributan yang menenangkan itu bisa dirasakan bersama-sama. Untuk memberi pengertian kepada mereka bahwa kehidupan mereka berarti dan berharga.

Semoga semesta mendengar.

No comments:

Post a Comment