Ini Persoalan Rumit

Kesiapan kamu untuk mencintai manusia lainnya, gak ada yang bisa nilai. Itu seratus satu persen soal perasaan yang gak bisa ditakar dan ditimbang. Lalu apakah mencintai itu salah dan tidak mencintai itu benar? 


Ternyata definisi mencintai itu sendiri masih abu-abu. Terkait perilaku yang bisa dikategorikan untuk suatu perasaan tertentu, pun masih dijadikan perdebatan. Kamu jatuh lalu kamu nangis. Apakah perilaku nangis itu karena kamu kesakitan, sedih, atau malu? Gak ada yang bisa tau kecuali kamu sendiri. 


Lalu ketika dikaitkan sama perasaan cinta itu sendiri, apakah ketika kamu peduli sama orang lain, jadi lebih sering ngobrol sama orang itu, jadi punya keterkaitan magis terhadap keberadaannya, apakah bisa langsung didefinisikan bahwa itu perasaan cinta? Bisa iya bisa engga. Balik lagi, gak ada yang bisa tahu kecuali hatimu sendiri yang menentukan. 


Oke, aku cinta sama orang ini. Aku sayang sama orang ini. Aku mau hidup selamanya sama orang ini. Rasanya ketiga kalimat berbeda diatas mempunyai muara yang sama meskipun dalam diksi yang berbeda. 


Setelah kita kesampingkan penamaan atas perasaan itu (mari selanjutnya kita sepakat menyebut perasaan itu cinta agar lebih ringkas), maka selanjutnya adalah pembicaraan mengenai apakah kita sudah mencintai dengan benar? 


Kalau bicara benar atau salah, dalam aspek apapun, pasti sangat relatif. Penilaian terhadap kondisi tertentu setiap orangnya pasti berbeda, pun dalam hal mencintai dengan benar. Jadi daripada merasa menggurui, disini aku lebih sharing indikatorku mencintai orang dengan benar. Bisa jadi kamu gak setuju, bisa jadi setuju. Terserah kamulah. 


Oke, mencintai dengan benar. Rasanya bohong banget kalau dibilang aku sudah mencintai orang dengan benar. Tapi untung saja aku berani mengeksplor pengalaman bodoh yang sudah-sudah lalu menetapkan apa itu mencintai dengan benar menurut versiku. 


Pertama, ketika aku mencintai seseorang, aku merasa perlu memperbaiki diriku. Ingat, bukan memperbaiki dalam arti menjadi orang lain atau berpura-pura tapi lebih ke ingin menyamai levelnya. Contoh kecil: aku cinta sama orang yang nyetir mobilnya jago banget eh entah kenapa aku jadi pingin nyetir mobil juga. Gak jago gapapa tapi at least aku pengen bisa nyetir. Ketertarikan yang tidak dinyana dan tidak diduga (terutama pada hal memperbaiki diri) kepada hal-hal remeh itulah yang membuatku yakin mencintai dengan benar. Kalau mencintai membuatmu depresi, terpuruk, tidak ingin maju, tidak ingin memperbaiki diri, maka.... ya isi sendiri. 


Kedua, ketika aku mencintai seseorang, aku harus tahu bahwa muara perasaan itu bukan sesuatu yang mutlak. Meyakini dan mengamini bahwa perasaan itu bisa berbalas bisa juga tidak, adalah sebuah pencapaian yang tidak mudah. Ketika kita mencintai, tentu yang kita inginkan adalah balasan perasaan yang sama. Tapi apakah kita siap dengan balasan selain dari itu? Maka mencintai tanpa syarat menurutku adalah hal terindah yang bisa dialami manusia. Jika kamu udah mencapai di pemikiran setinggi ini maka kamu orang yang hebat. Maka mencintailah dengan sederhana biar ketika tahu jawaban yang tepat untuk perasaanmu, kamu tidak perlu merasa terlalu senang juga terlalu sedih. 


Ketiga, ketika aku mencintai seseorang, aku menyadari bahwa manusia adalah sebuah individu. Aku pun individu, orang yang kucintai individu. Kami lahir di masing-masing tempat dan akan mati (mungkin) di waktu dan tempat yang berbeda juga. Hidup kita sepenuhnya adalah tanggungjawab individu tersebut. Kita adalah kita. Dia adalah dia. Ada batasan-batasan hak yang tidak boleh dilanggar, apapun hubungan yang akan kamu capai. Memaksakan hakmu padanya adalah hal keliru karena sudah menyalahi hukum alam yaitu kita masing-masing individu. Maka yang harus kita fokuskan adalah diri kita sendiri, bagaimana perasaan kita tidak melanggar hak orang yang kita cintai. Kemudian bagaimana kita bisa mengatur hidup kita sebijaksana mungkin agar hak kita tidak dirampas orang yang kita cintai. Sadari sepenuhnya, berpikirlah dan rasakanlah. 


Jujur fase mencintai itu sangat indah. Kamu bisa tiba tiba senang gak terkontrol terhadap hal-hal kecil. Melakukan hal-hal ajaib yang biasanya tidak kamu lakukan. Lalu ketika perasaan itu hilang, maka sadarilah bahwa perasaan itu pernah ada dan memori yang terekam bersamanya tidak hilang. Lalu tertawalah kepada kebodohan-kebodohan yang diakibatkan oleh cinta.

No comments:

Post a Comment