Merayakan Permintaan Maaf

 Tentu, kita semua punya pengalaman yang menyakitkan dengan seseorang (dan mungkin pengalaman itu membekas meski sudah bertahun-tahun lamanya). Kok sepertinya terlalu palsu kalau dibilang kita bisa melupakan dan memaafkan orang itu dengan tidak ungkit-ungkit lagi kejadiannya. Kita cuman manusia biasa dan (sayangnya) sering kali masokis; kita senang dengan perasaan terluka itu sehingga sering kali kita recalling all those shit memories dan endingnya tentu nangis lagi dan lagi.

Bagian paling memuakkan dari pengalaman menyakitkan adalah bahwa kita tahu orang yang menyakiti kita tidak memiliki rasa bersalah sebesar yang kita harapkan. Mungkin hidup dia bahagia (atau lebih bahagia) daripada kita, mungkin karir dia lancar, mungkin uang dia banyak, mungkin dia dikasih pasangan yang sempurna, dan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang membuat diri kita semakin jatuh dalam rasa sakit hati yang tak berkesudahan. Lalu bagaimana cara menerima permintaan maaf yang layak sehingga kita bisa moving on dari luka itu?

Sayangnya, tidak akan pernah ada permintaan maaf yang layak. Sebesar apapun permintaan maaf dia dan rasa bersalah dia, sayangnya itu semua tidak bisa mengobati luka yang sudah dia berikan. Lalu mau seberapa hancur kita kalau dia tidak memberi permintaan maaf sama sekali? 

Contrary to people's believe, aku rasa sangat manusiawi kalau kita mencari cara terbaik untuk kita agar pulih dari rasa luka itu, meskipun itu menentang beberapa norma agama. Ya contoh gampangnya adalah dengan memutus silaturahmi dan menutup akses untuk mengetahui kabar terkininya. It's okay to hate. Rasa benci itu kadang jadi bahan bakar kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Untuk apa berlelah lelah menunggu dia menderita, dia kena batunya, dia kena karmanya, kalau ada cara lebih baik: membiarkan dia hidup dengan jalannya. Mau dia bahagia, mau dia makin terluka, itu sudah bukan menjadi urusan hati kita.

Daripada menanti permintaan maaf yang tidak lekas terjadi, bagaimana kalau kita mulai dari memaafkan diri sendiri? Mungkin sebagian besar luka yang kita alami terjadi karena sebab yang kita perbuat; setiap keputusan, setiap perilaku, dan setiap pikiran kita. Menyadari bahwa kita pun tidak sempurna dan sering kali keras terhadap diri sendiri, akan memulihkan sedikit rasa sakit itu. Menyadari kesalahan bukan berarti kita lantas kita menyesal dan mengutuk diri sendiri, tapi lebih sebagai evaluasi bahwa diri ini sudah melalui perjalanan panjang dan melelahkan bagaimana kalau duduk sejenak sambil menyeruput teh panas dulu?

Hal lain yang harus kita tanam adalah pengalaman baik itu ada, meskipun berakhir buruk, tentu itu tidak lantas menghapus pengalaman baik yang sudah terjadi sebelumnya. Ya mungkin tidak ada yang memastikan bahwa kita tidak akan mengalami pengalaman buruk lagi? Tapi kalau kita lihat sisi lainnya bahwa pengalaman baik mungkin terjadi lagi, apakah itu tidak membuat kita merasa lebih baik?

---

No comments:

Post a Comment