Sudah berapa lama kita hidup di diri kita, di badan kita ini? Kalau saya sudah 25 tahun lebih menjalani hidup sebagai perempuan yang masih mempertanyakan, "Sejatinya di hidup ini kita harusnya bagaimana?". Ibu saya yang mengandung dan melahirkan saya memverifikasi saya sebagai pribadi pemikir, "Kamu tuh dek, apa-apa di pikir makanya cepat botak!" kata beliau di tengah-tengah santapan pagi kita saat itu. Saya cuman bisa tertawa renyah dan mengiyakan, "Tinggal beli minyak penyubur rambut" kelakarku dalam hati, tidak berani melontarkan.
Teman-teman mengenal saya sebagai orang yang aktif (terkadang hyper active), suka joget aneh, ceria, suka berkelakar, dan mudah diajak ngobrol. Entah saya juga bingung kenapa ya saya suka sekali ngajak orang ngobrol, memaksa mereka mengerti isi otak saya yang ruwet ini dan memancing argumentasi mereka untuk melawan apa yang saya tahu dan percayai hahaha. Kalau saya nggak begitu ke Anda, berarti Anda bukan lawan bicara yang menarik.
Banyak yang bilang saya enak dicurhatin. Seakan-akan banyak buku filosofi sudah saya lahap, padahal saya cuman berangkat dari logika dan ngawur-ngawuran omong, tapi banyak yang suka saran dan pendapat saya tentang apapun masalah yang sedang menghadapi mereka. Mungkin karena saya ini pada dasarnya pendengar bukan penceramah, jadi mungkin bisa jadi orang cerita wasweswos dan saya akan bales dengan wus aja. Ya karena saya tahu mereka tuh sebenernya gabisa dibilangin, jadi ya ngasih saran sekenanya aja HAHA.
Gimana menghadapi diri sendiri selama 25 tahun? HAHAHAHA. Kayaknya setiap orang kalau ditanyain gitu jawabannya hanya satu: berat. Mau gimana lagi? Kita terjebak di badan ini, di hidup ini sampai kita mati. Dan sampai kapanpun kita akan selalu melihat hidup orang lain itu better daripada hidup kita. Padahal? Ya sama ae anjng di ambang kehancuran.
Tantangan jaman semakin lama semakin keras. Tentu apalagi dibantu sosial media. Orang jadi berlomba-lomba menampilkan kehidupan yang sempurna demi tampil di panggung sandiwara yang dia buat sendiri. Lalu apa? Orang lain yang percaya bahwa hidupnya kok gak semulus itu, makin dalam deritanya dan merasa "kenapa hidup saya kok gini ya?"
Kita terlalu banyak ngerecokin hidup kita sampai lupa bahwa 5 detik yang lalu adalah masa lalu, bahkan ketika kamu baca ini di titik ini, paragraf kedua menjadi masa lalu. Lalu apa? Yaudah kehidupan lewat gitu aja. Gak ada yang sudah kita lewati kecuali menghina diri sendiri atas ketidaksempurnaan hidup kita.
Jadi, jinakkan nafsumu akan dunia yang dibangun atas dasar "gini lho hidup yang bener". Hash, gak ada yang hidup yang bener kecuali hidup yang juga menghidupi orang lain dengan hal-hal positifnya. Telurkan dan beranak pinaklah hal-hal yang baik yang bisa kita usahakan. Gapapa kok punya dosa, bahkan adam dan hawa aja berdosa, jangan putus asa dalam hidup ya.
Jadi makan malam apa kita nanti malam, Li?
No comments:
Post a Comment